Thursday, August 30, 2012

STOP! Jadi Penulis Galau

Seorang teman curhat mengenai betapa kesalnya beliau telah menghabiskan nyaris waktu 2 tahun  hanya untuk menunggu. Dengan berbagai alasan karena kesibukan, beliau berusaha menafikan keinginannya untuk menulis. Berjalannya waktu yang terasa sia-sia tersebut, keluhannya semakin panjang, ditambah kecemburuan atas sepak terjang sahabat-sahabat lain yang sudah menebarkan virus-virus tulisan di sekian media massa. Sementara beliau masih nol besar.

Kenapa sih tidak kita habiskan waktu mengeluh itu dengan menulis sesuatu saja? Kenapa sih ukuran sukses jadi penulis itu harus semata karena tulisannya sudah pasti pernah dimuat di media massa? Kenapa kita harus menulis karena kita ingin orang lain melihat diri kita begitu hebat? Apakah hal tersebut bukan sekedar ria semata? Kenapa kita tidak menulis karena kita ingin menulis dan menuangkan renungan-renungan kita tentang hidup dan kehidupan? Kita sudah terlalu galau dengan ambisi yang dimiliki. Kenapa tidak coba kurangi beban agar harapan-harapan yang tulus dalam diri kita bisa keluar dengan bebas dan menghasilkan karya?

Suatu kalimat membuka mata saya dalam memandang hidup terutama tujuan saya menjadi seorang Penulis, kurang lebih bunyinya demikian:

Orang yang mengejar dunia dalam hidupnya hanya akan mendapatkan segelintir dari kehidupan dunia. Sementara Orang yang mengejar akhirat dalam hidupnya akan dikaruniai semua kehidupan dunia oleh Sang Khaliq. 

Jadi, niat dalam menjalankan sebuah tindakan itu perlu. Apakah niat yang kamu serukan dalam hati ketika ingin menjadi penulis?

Siapa saja bisa menulis. Jadi, menulis itu tidak sulit. Disebut penulis, kalau kita menghasilkan tulisan secara rutin. Mau tulisan itu di media massa yang ngasih honor, mau di situs tanpa bayaran, atau di blog yang dikelola sendiri. Ketika kita konsisten menulis, maka kita telah disebut sebagai penulis. 

Seorang sahabat baru yang mengenal saya dari sebuah situs sastra memanggil saya "Penulis", setiap menegur saya di kolom chat di Facebook sapaan "Apakabar penulis?" nyaris tidak dilupakan. Bagi saya, itu suatu kehormatan besar. Sahabat saya tersebut telah menyebut saya penulis, walaupun karya saya masih bisa dihitung jari di media massa. 

Jadi, sekali lagi, pikirkan makna PENULIS yang ada dalam diri Anda?



0 comments:

Post a Comment

 

(c)2009 Mardiana Kappara . Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger