Monday, April 15, 2013

Biarkan "Dia" Menentukan Nasib

Sedikit terhambat melanjutkan novel "Tukar Raga", selain karena kesibukan di kantor yang semakin padat juga terkendala masalah bahan kajian atau riset. Karena jelas materi novel ini berkisar soal hukum pidana, tentu ndak bisa sembarangan untuk menguraikan informasi. Biarpun fiksi. Penggarapannya harus serius. Dan jelas harus mampu memberi pencerahan bagi pembaca.

Aku masih berusaha mencari pakar yang mau berbagi ilmu hukum pidana. Kebetulan ada teman yang sempat 4 tahun bekerja di LBH. Pengacara yang lumayan juga jam terbangnya. Tetapi, waktu seolah tidak mau bersahabat untuk meluangkan kesempatan agar bisa bertemu dengan orang yang dimaksud.

Jadi, akhirnya "Tukar Raga" cukup tersendat untuk melangkah ke lembar selanjutnya. Beda dengan "Perempuan Dalam Kurungan Waktu" yang penyelesaiannya termasuk lancar. Beberapa pengalaman selama kerja waktu di perusahaan finance 3 tahun lalu menjadi modal untuk menciptakan setting cerita yang berlatar belakang seputaran dunia kerja di perusahaan finance.

Awalnya ide novel "Perempuan Dalam Kurungan Waktu" berasal dari penyesalan-penyesalan dalam diri yang terus menumpuk. Kegagalan-kegagalan dalam mengambil langkah menentukan sikap dalam kehidupan kemudian sering memunculkan khayalan-khayalan yang tidak biasa. Seperti bagaimana seandainya manusia bisa benar-benar menggunakan mesin waktu dan kembali ke masa silam?

Lalu aku terus memperhatikan film, cerpen, maupun komik yang sering berkisah tentang mesin waktu. Contohnya saja Doraemon. Fujiko F. Fujio pasti memiliki sebuah pengalaman masa lalu yang membuatnya berpikir soal mesin waktu. Dan pengalaman itu biasanya berupa pengalaman yang kurang baik.

Penyesalan lah yang melahirkan "Mesin Waktu" di kepala manusia. Karena itu kemudian novel pertamaku tersebut kunamai "Perempuan Dalam Kurungan Waktu". Orang yang membebani dirinya pada banyak penyesalan akan menjadi orang yang stagnan atau diam di tempat seperti orang dalam sebuah kurungan.

Penulisan cerpen "Perempuan Dalam Kurungan Waktu" mengalir begitu saja. Pada awalnya aku tidak terlalu yakin mampu menyelesaikan lebih dari 20 bagian. Tetapi ternyata target yang kupasang untuk merampungkan 200 halaman cukup kupatuhi. Seperti memiliki nyawa sendiri, novel tersebut bertutur sendiri mengenai kisahnya. Padahal aku sudah mati-matian ingin membuat happy ending dengan berbagai cara, tetapi ketika tangan ini mulai beraksi di atas keyboard laptop, dia malah punya penuturan sendiri. Wajar saja Djenar Maesa Ayu tidak pernah menentukan nasib cerpennya, beliau selalu membiarkan cerpennya untuk menentukan nasib sendiri.

"Perempuan Dalam Kurungan Waktu" kuselesaikan dalam 198 halaman (35 bab). Sedang dicoba dikirimkan ke penerbit mayor. Tetapi nampaknya belum ada titik terang. Tidak berharap banyak. Tetapi kalau tidak berani mencoba, kita tidak pernah tahu nasib kita sebenarnya.


 

(c)2009 Mardiana Kappara . Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger