Friday, October 11, 2013

Belajar dari Tulisan Kawan

Aroma Teh yang Kucium di Kereta

11 Oktober 2013 Oleh Kartika Hidayati

Kamis senja adalah perjalanan dengan kereta. Kota kelahiran kembali aku tinggalkan sejenak. Perjalanan ini selalu tentang satu makna. Bahwa hidup adalah doa yang panjang seperti kata Sapardi.

Dan dalam lelah setelah ia bekerja, aku tahu, diam-diam ia membuatkan teh hangat untukku, menyiapkan nasi dengan lauk dalam kotak makan berwarna pink, dan menyimpannya dalam ranselku. Pula tanpa bertanya padaku, ia menyelipkan sebotol air mineral dan roti marie.

Lalu ketika semesta mulai teram. Ia akan berkirim pesan singkat. "Di sini sudah adzan. Selamat berbuka." Aku tahu, ada doa yang selalu ia panjatkan untuk impianku. Untuk semua mimpi-mimpiku yang ia terima dengan kelapangan hati. Lantas ketika tutup teremos kecil aku buka, dan aroma teh poci menyeruak, rindu dan cintaku padanya semakin penuh.

Tulisan yang dibuat dengan sepenuh hati atau kesungguhan selalu terasa mengandung sesuatu yang lebih. Sejak lama saya suka sekali dengan cerpen-cerpen Kartika Hidayati. Tulisannya sederhana tetapi tersirat makna yang dalam dan bukan sekedar biasa. Tentunya, tulisan-tulisan seperti itu diproses tidak secara instan dan sembarangan. Bukan lagi proses pemula tetapi sudah mencapai mahir, kalau bisa dikatakan demikian.

Pemenggalan kata demi kata yang benar-benar sesuai porsi. Tidak dilebihkan. Tapi tetap mampu membawa imaji pembaca ke tujuan yang dimaksud. Tidak ada keraguan meletakkan tiap kata dalam larik. Tetapi tidak pula serampangan untuk meletakkannya. Itu hal yang sangat saya nikmati dari tulisan di atas.

Maaf, Mbak Kartika, saya beranikan mengutip tulisan Saudari, agar saya bisa belajar menulis dengan lebih baik. Karena CONTOH adalah guru yang lebih cerdas dari TEORI.

Terima kasih.
 

(c)2009 Mardiana Kappara . Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger