Tuesday, September 24, 2013

Seperti Apakah Cerpen yang Baik Itu?

Saya sering mempertanyakan hal tersebut pada diri sendiri setelah membuat sebuah cerpen atau membaca cerpen yang dibuat orang lain.

"Seperti Apakah Cerpen yang Baik Itu?"

Apakah karena dibuat dengan bahasa yang fantastis?
Apakah karena memiliki multi makna?
Apakah karena mengandung pesan yang sangat baik?
Apakah karena tidak mudah dipahami?
Apakah mampu meninggalkan kesan pada diri pembaca?
Apakah karena mengandung sebuah tujuan?
Apakah ejaan dan kata yang digunakan tepat serta benar?


Saya tidak paham benar apakah seyogyanya cerpen yang baik akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Perdebatan soal cerpen koran yang selama ini telah mendoktrin rata-rata akademisi sastra bahwa "mutu cerpen koran perlu dipertanyakan/diragukan" membuat saya kembali memikirkan dan mempertanyakan "seperti apakah cerpen yang baik itu?".

Tetapi sebagai penikmat sastra yang buta ilmu sastra, saya merasa pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Banyak cerpen-cerpen koran yang dihasilkan dengan tangan dingin dan mampu memberikan sesuatu yang menurut saya "baik."

Bukan kah estetika atau seni itu dinikmati oleh rasa? Dan rasa itu tidak mampu dikekang oleh logika. Bagi saya selaku penikmat, cerpen yang baik itu adalah cerpen yang mampu bercerita dengan jujur. Cerpen yang mengandung sesuatu dengan sangat kuat, kongkrit, dan sederhana. Sehingga pembaca dapat menangkap serta menyimpan sesuatu tersebut sebagai makna yang membekas di diri pembaca. Semakin banyak pembaca yang mampu memahami sebuah karya, bisa jadi semakin baik lah nilai karya tersebut.

Kendalanya memang, selama ini belum banyak pengkritik sastra di tanah air yang menunjukkan suara ke permukaan. Sehingga rata-rata penikmat sastra seperti saya jadi bicara hanya berdasarkan rasa tanpa ilmu.

Muara Sabak, 25 September 2013

Tuesday, September 3, 2013

Film Anonymous

All art is political, Jonson, otherwise it would just be decoration. And all artists have something to say, otherwise they’d make shoes. And you are not a cobbler, are you Jonson. 
 
Edward de Vere, 17th The Earl of Oxford
(Film ANONYMOUS: Interpretasi lain tentang siapa William Shakespeare)

Saya suka film tersebut. 
Kisah tentang William Shakespeare yang walau pada kenyataan sampai sekarang pun masih menjadi perdebatan panjang.

Sebuah argumentasi dan sikap seorang penulis yang telah menciptakan karya masterpiece di jamannya. Menurut Beliau, sebuah tulisan yang tidak memiliki tujuan (pada saat itu Beliau banyak berbicara politik) maka tulisan itu hanyalah sebuah rangkaian kata. Sebab memang tidak bisa dipungkiri, bahwa penulis-penulis besar mampu menghasilkan karya-karya yang luar biasa karena di dalam tulisannya ada suatu hal yang ingin disampaikan dari sekedar cerita. Sebuah Ide. Pemikiran. 

Wajar kalau William Shakespeare mampu mengukir namanya begitu kuat dalam sejarah sastra di dunia.

Tujuan Menulis

Menjalankan rutinitas pekerjaan. Salah satunya mengirim email. Jaringan putus di kantor. Terpaksa harus ke warnet. Di warnet terjebak hujan yang makin deras mengguyur.

Kurasakan sebuah kejenuhan.
Sebuah pertanyaan teman di Facebook sedikit menggelitik:
"Hidup mencari apa dan mati apa yang didapat?"

Seperti apakah kehidupan terbaik yang pantas diraih seorang manusia?
Apakah hanya untuk memenuhi kebutuhan material dan terus terjebak di dalamnya?
Apakah mencari publisitas?
Apakah menjadi tinggi lebih baik daripada menjadi rendah?
Apakah tidak menjadi apa-apa hanya berarti sia-sia?
Seberapa baik manusia yang paling baik di dunia?

Aku merasa terjebak di sebuah persimpangan dan terus terjebak di persimpangan berikutnya. Walaupun yang kuyakini bukanlah sebuah pilihan yang salah. Tetapi kenapa aku selalu mengalami sebuah kegelisahan?

Apa yang kucari, sampai sekarang masih tidak kutemukan. Seolah aku telah terjebak di sebuah dunia yang tidak kukenal. Aku seolah merindukan sebuah dunia lain. Mungkin kah ini wajar? Karena setiap manusia selalu merasa lebih nyaman dengan angan-angan dibandingkan kenyataan.

Kucintai dunia menulis. Tetapi kurasakan dunia itu semata untuk tempatku berteduh ketika hujan sedang turun. Ketika hujan reda. Kutinggalkan untuk waktu yang tidak mampu kuperkirakan. Seolah aku merasa telah selingkuh dari kekasihku. Hal itu lah yang kualami saat ini. Aku ingin setia tetapi aku merasa tidak punya kemampuan untuk setia. Mungkin kah ini cuma sebuah keluhan cengeng dari seseorang yang mengaku dirinya ingin menjadi seorang penulis?

Aku belum mempunyai "tujuan" untuk menulis.
Aku takut hal itu yang membuatku tidak mampu memupuk rasa setia untuk terus menulis.


 

(c)2009 Mardiana Kappara . Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger